![]() |
Foto istimewa |
Fenomena terkikisnya moral dan nilai-nilai agama semakin tampak nyata di tengah kehidupan masyarakat kita hari ini. Salah satu contoh yang begitu menyayat hati adalah maraknya kasus pencabulan dan kekerasan terhadap anak di Kabupaten Muna Barat (Mubar), Provinsi Sulawesi Tenggara. Peristiwa ini bukan sekadar catatan kriminal, tetapi sebuah cerminan rapuhnya benteng moral, adat, dan agama yang seharusnya menjadi pondasi kehidupan sosial masyarakat.
*Krisis Moral di Era Globalisasi*
Kemajuan zaman dan derasnya arus globalisasi telah membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia. Kehadiran teknologi digital dengan berbagai platform seperti Facebook, YouTube, TikTok, dan Instagram seakan membuka ruang tanpa batas bagi generasi muda untuk mengenal dunia. Namun, di balik sisi positifnya, digitalisasi juga menghadirkan tantangan besar yang sering kali berujung pada perilaku menyimpang apabila tidak dibarengi dengan bekal moral yang kuat.
Kasus kekerasan anak, misalnya, tidak bisa hanya dipandang sebagai persoalan hukum semata. Ia adalah gejala dari menurunnya kesadaran kolektif masyarakat dalam menjaga nilai adat dan agama yang selama ini menjadi perekat sosial. Hilangnya kontrol diri, melemahnya pengawasan keluarga, serta kurangnya pendidikan moral di lingkungan sekitar menjadi faktor pemicu yang tidak bisa diabaikan.
*Peran Pemerintah dan Masyarakat*
Pemerintah daerah, baik di tingkat desa, kelurahan, kecamatan, hingga Dinas Perlindungan Anak dan Perempuan, sejatinya memiliki tanggung jawab besar dalam menanggulangi persoalan ini. Program-program pembinaan, penyuluhan, dan pendidikan moral harus kembali dihidupkan dan dimaksimalkan, agar generasi muda tidak tercerabut dari akar budaya dan agamanya.
Namun, upaya pemerintah saja tentu tidak cukup. Orang tua dan keluarga sebagai lingkungan terdekat anak memegang peranan paling vital. Pola asuh yang penuh kasih sayang, pengawasan terhadap pergaulan, serta penanaman nilai moral sejak dini adalah kunci agar anak-anak tidak mudah terjerumus dalam pengaruh negatif. Keluarga adalah benteng pertama dan utama yang akan menentukan arah masa depan anak.
*Adat dan Agama sebagai Benteng*
Di Muna Barat, nilai adat dan agama sebetulnya telah lama menjadi panduan dalam kehidupan sosial. Ungkapan-ungkapan adat mengajarkan kebaikan, sementara agama menjadi penuntun bagi umat untuk membedakan yang benar dan salah. Sayangnya, di tengah derasnya arus modernisasi, banyak generasi muda yang mulai meninggalkan kedua hal tersebut.
Revitalisasi adat dan agama sangat diperlukan agar generasi muda kembali memahami makna hidup yang sesungguhnya. Pendidikan adat dan agama bukan sekadar materi pelajaran, tetapi harus menjadi praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari. Jika generasi muda tumbuh dengan pemahaman moral yang kokoh, maka mereka akan mampu memanfaatkan teknologi dan modernisasi untuk hal-hal yang positif.
*Tanggung Jawab Bersama*
Krisis moral bukanlah persoalan individu semata, melainkan tanggung jawab bersama. Pemerintah, masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, hingga orang tua harus bersatu padu dalam menjaga generasi muda. Membiarkan mereka larut tanpa bimbingan berarti sama saja dengan membiarkan masa depan bangsa berada di jurang kehancuran.
Sudah saatnya kita menanamkan kembali nilai moral, etika, adat, dan agama dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya melalui ceramah di masjid atau sekolah, tetapi juga lewat teladan nyata dari orang tua, pemimpin, dan masyarakat. Generasi muda adalah aset terbesar bangsa. Mereka hanya akan menjadi kuat apabila dibekali dengan benteng keimanan, akhlak mulia, dan kesadaran sosial yang tinggi.
Kasus pencabulan dan kekerasan anak di Muna Barat harus menjadi peringatan bagi kita semua. Jangan sampai tragedi serupa terus berulang hanya karena kita lalai dalam mendidik dan mengawasi generasi penerus. Di era yang serba terbuka ini, pendidikan moral, adat, dan agama menjadi satu-satunya kompas yang dapat menjaga anak-anak kita dari kehilangan arah.
Mari bersama-sama menguatkan komitmen: menjaga, mendidik, dan membimbing generasi muda agar tumbuh menjadi pribadi yang berakhlak, berilmu, dan berdaya saing. Hanya dengan cara itu kita bisa memastikan masa depan Muna Barat, Sulawesi Tenggara, bahkan Indonesia tetap terjaga di tangan generasi yang bermoral dan beriman.
*Penulis: LM. Sacril, S.Sos (Alumni Antropologi, Mantan Anggota MPM 2012)*
Social Header